Trump Ubah Strategi Demi KTT Xi Jinping dan Perjanjian Baru

WASHINGTON – Mantan Presiden AS dan kandidat utama dari Partai Republik untuk Pemilu 2024, Donald Trump, mengejutkan publik dengan perubahan nada terhadap China. Dalam beberapa pernyataan publik dan manuver diplomatik, Trump kini tampak lebih akomodatif terhadap Beijing, langkah yang diyakini sebagai bagian dari strategi untuk membuka jalan menuju pertemuan tingkat tinggi dengan Presiden China Xi Jinping, serta menyusun ulang hubungan dagang yang sempat memburuk selama masa kepemimpinannya dahulu.
Perubahan sikap ini mencakup pelonggaran retorika terhadap tarif dagang, serta pembukaan kembali jalur diplomatik yang sebelumnya beku akibat perang dagang berkepanjangan. Dalam pidatonya, Trump menyatakan bahwa tarif atas barang China bisa dinegosiasikan ulang, meskipun ia tetap menegaskan tarif tidak akan “mendekati nol”. Komentar ini dilihat sebagai sinyal bahwa ia siap berkompromi demi membuka ruang negosiasi baru.
Langkah ini juga disertai kebijakan yang lebih fleksibel dalam bidang ekspor teknologi, termasuk pemberian izin bagi perusahaan seperti Nvidia dan AMD untuk menjual chip AI ke pasar China. Keputusan ini disambut baik oleh pelaku pasar dan industri teknologi, yang selama ini terkena dampak ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia.
China Sambut Sinyal Positif, Negosiasi Bisa Terbuka
Beijing pun memberi respons hangat terhadap sikap baru Trump. Pemerintah China melalui perwakilan dagangnya menunjukkan minat untuk kembali ke meja perundingan, dengan catatan ada kepastian mengenai pengurangan tarif serta penghapusan beberapa pembatasan ekspor yang dianggap merugikan industri dalam negeri mereka.
Sumber diplomatik menyebutkan bahwa China sangat mempertimbangkan jadwal KTT bilateral yang memungkinkan pertemuan langsung antara Xi Jinping dan Trump dalam beberapa bulan ke depan. Kesediaan China untuk terlibat kembali dalam dialog ekonomi berskala besar menunjukkan bahwa kedua pihak kini mulai menyadari pentingnya kestabilan dalam hubungan perdagangan.
Kedua negara sebelumnya terlibat dalam perang tarif yang intensif, menyebabkan terganggunya rantai pasok global, peningkatan harga bahan baku, dan penurunan daya beli di berbagai sektor. Dengan mencairnya suasana diplomatik, harapan akan adanya normalisasi dan perjanjian dagang baru pun mulai tumbuh.
Langkah ini juga dipandang sebagai strategi politik dalam negeri Trump untuk menarik simpati pelaku bisnis, yang sebelumnya mengkritik kebijakan kerasnya terhadap China. Dengan mendekati isu ini secara pragmatis, Trump ingin membuktikan dirinya mampu menjaga ketegasan tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi.
Implikasi Global dari Pendekatan Baru Amerika
Jika negosiasi ini benar-benar berjalan, maka dunia bisa melihat transformasi besar dalam lanskap perdagangan internasional. Perjanjian dagang yang lebih lunak antara AS dan China dapat menstabilkan pasar global, menurunkan harga komoditas tertentu, serta memberikan kepastian bagi investor dan pelaku industri di berbagai belahan dunia.
Namun demikian, tantangan tetap ada. Trump harus menyeimbangkan pendekatan lunak terhadap China dengan citranya sebagai pemimpin tegas yang melindungi industri Amerika. Ia juga menghadapi tekanan dari kalangan politik domestik yang masih menganggap China sebagai ancaman strategis jangka panjang.
Baca juga : Trump Naikkan Tarif, China dan Energi Hijau Terimbas Besar
Meski begitu, perubahan nada ini jelas menunjukkan bahwa kedua negara kini menyadari pentingnya diplomasi ekonomi. Perjanjian dagang bukan sekadar transaksi tarif dan ekspor, melainkan fondasi dari kerja sama jangka panjang yang bisa meredakan ketegangan geopolitik yang telah berlangsung selama hampir satu dekade.
Dengan membuka peluang dialog dan mendorong pendekatan rasional dalam kebijakan luar negeri, Trump tampaknya sedang membentuk ulang narasi kampanyenya—bukan hanya soal kekuatan militer dan nasionalisme, tetapi juga soal ketangguhan ekonomi dan diplomasi strategis.