Sejumlah produsen mobil terkemuka dunia, termasuk Tesla, Bosch, dan lainnya, semakin memperkuat peran mereka dalam rantai pasok pintar (smart supply chain) di China. Kehadiran mereka ditegaskan dalam gelaran China International Supply Chain Expo yang berlangsung di Beijing pada 17–18 Juli 2025. Agenda utama dalam forum tersebut adalah kolaborasi lintas negara dalam pengembangan sistem distribusi dan manufaktur cerdas, khususnya di sektor kendaraan listrik (EV).

China kini menjadi pusat produksi kendaraan listrik terbesar di dunia, dan pabrikan asing tidak ingin tertinggal dalam integrasi teknologi serta efisiensi manufaktur yang ditawarkan negara ini. Tesla, misalnya, kini memproduksi satu unit kendaraan setiap 30 detik di pabrik Gigafactory Shanghai. Bahkan, lebih dari 50 persen pengiriman global Tesla hingga pertengahan 2025 berasal dari fasilitas ini. Tingkat integrasi komponen lokal mencapai 95 persen untuk model seperti Model 3 dan Model Y.

Selain mobil, Tesla juga membangun pabrik Megapack pertamanya di luar Amerika Serikat yang juga berlokasi di Shanghai. Dalam waktu hanya sembilan bulan, pabrik ini selesai dan mulai beroperasi pada Februari 2025, dengan kapasitas produksi hingga 40 GWh per tahun. Produk Megapack ini berfungsi sebagai sistem penyimpanan energi skala besar dan akan dikirim ke berbagai negara di kawasan Asia Pasifik. Keberadaan pabrik ini memperluas kiprah Tesla bukan hanya sebagai produsen kendaraan, tetapi juga sebagai bagian dari solusi energi pintar global.

China Dorong Kolaborasi Sehat dan Regulasi Rasional

Sementara pihak asing berlomba-lomba menanamkan investasi di sektor supply chain China, pemerintah Tiongkok juga menekankan pentingnya regulasi dan kompetisi sehat. Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi, bersama Kementerian Perdagangan, mengingatkan bahwa persaingan harga yang tidak terkendali bisa mengganggu stabilitas industri. Pemerintah berkomitmen menerapkan mekanisme pengawasan untuk mencegah praktik predatory pricing yang berpotensi merugikan produsen kecil maupun konsumen.

Selain Tesla, sejumlah perusahaan lain seperti Bosch juga menunjukkan minat serupa. Bosch memamerkan solusi rantai pasok berbasis AI dan IoT yang dirancang untuk mendukung pengambilan keputusan otomatis dalam distribusi suku cadang. Teknologi ini memungkinkan perusahaan untuk memprediksi permintaan pasar dan mengelola stok secara efisien. Inovasi semacam ini selaras dengan visi pemerintah China yang mendorong otomatisasi dan integrasi digital dalam sektor manufaktur.

Data industri menunjukkan bahwa pada 2024, China telah mengekspor lebih dari 5 juta kendaraan, naik 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tren ini menempatkan negara tersebut sebagai aktor utama dalam rantai distribusi global otomotif. Untuk mempertahankan keunggulan ini, pemerintah Tiongkok memberikan insentif kepada perusahaan asing yang bersedia mentransfer teknologi dan mengembangkan pusat produksi berstandar tinggi di dalam negeri.

Baca juga : Laporan CISCE 2025 Ungkap Tren Baru Rantai Pasok Global

Namun, tantangan tetap ada. Beberapa negara mitra dagang China mulai mencermati ketergantungan mereka terhadap komponen yang bersumber dari Tiongkok. Untuk mengatasi potensi ketegangan geopolitik, perusahaan multinasional kini menempuh strategi “China+1”—membangun kapasitas produksi di negara lain namun tetap mempertahankan pusat logistik utama di China.

Dengan semakin dalamnya integrasi produsen otomotif global ke dalam sistem pasok pintar China, lanskap industri otomotif dunia mulai bergeser. Inovasi, efisiensi, dan kolaborasi internasional menjadi kunci utama pertumbuhan masa depan. Jika tren ini berlanjut, China tak hanya akan menjadi pusat produksi dunia, tetapi juga motor penggerak teknologi otomotif canggih.