Modus Fatty Matter CPO 87 Kontainer di Tanjung Priok
Modus Fatty Matter CPO menjadi sorotan usai 87 kontainer di Tanjung Priok diduga direklasifikasi untuk menghindari pungutan ekspor menuju pasar China. Penelusuran melibatkan Satgassus OPN Polri, Bea Cukai, dan DJP, sementara PT MMS disebut dalam dokumen ekspor yang diperiksa aparat. Temuan awal memotret anomali klasifikasi barang dan lonjakan pengiriman dari satu entitas, sehingga aparat menahan pergerakan fisik sembari menunggu verifikasi lanjutan. Di sisi lain, eksportir menyiapkan klarifikasi administratif terkait kebenaran kode HS yang dipakai.
Fokus pemerintah kota pelabuhan dan otoritas fiskal tertuju pada perbaikan tata kelola agar celah manipulasi klasifikasi tidak terulang. Audit kepatuhan lintas lembaga dipadukan dengan uji laboratorium serta penelusuran mata rantai logistik dari gudang hingga dermaga. Dalam konteks ini, Modus Fatty Matter CPO dipakai aparat sebagai kata kunci untuk menapis pola berulang—mulai perubahan deskripsi barang, tarif, hingga tujuan pengiriman—demi menjaga kredibilitas kebijakan hilirisasi dan penerimaan negara.
Kronologi Penindakan di Tanjung Priok
Satgassus OPN Polri mengawali penelusuran dari pola transaksi dan lonjakan volume, lalu berkoordinasi dengan Bea Cukai di terminal peti kemas Tanjung Priok. Di lapangan, pejabat fiskal dan penyidik memeriksa dokumen yang mengait ke PT MMS, mengecek kesesuaian muatan, dan membandingkan keterangan ekspor dengan kondisi fisik barang. Tahapan ini memastikan langkah penegakan tidak mengganggu arus logistik lain yang patuh aturan. Aparat menegaskan penahanan hanya berlaku pada unit yang terindikasi, sembari menyiapkan berita acara pemeriksaan.
Selanjutnya, DJP menghitung potensi kekurangan pembayaran agar konstruksi perkara memiliki dasar fiskal yang jelas. Otoritas juga memetakan alur pemasok, pengangkut, dan agen pelayaran untuk menutup kemungkinan celah baru. Pada tahap pembuktian, Modus Fatty Matter CPO diuji melalui konfirmasi laboratorium dan konsistensi dokumen bea keluar, sehingga status hukum dapat diputuskan tanpa menimbulkan ketidakpastian berkepanjangan bagi pelaku ekspor lainnya.
Baca juga : Kasus 87 Kontainer Ekspor CPO ke China
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya compliance di sektor sawit, sebab manipulasi klasifikasi berpotensi menggerus penerimaan dan merusak level playing field. Pemerintah menyiapkan paket tindak lanjut: penguatan analitik risiko di Bea Cukai, risk profiling eksportir oleh DJP, serta pembaruan pedoman pemeriksaan di pelabuhan utama seperti Tanjung Priok. Di sisi pasar, pelaku usaha diminta meninjau kembali prosedur internal agar tidak terseret pada praktik yang bertentangan dengan aturan ekspor ke China.
Untuk mencegah pengulangan, otoritas memperluas kerja bersama penegak hukum dan laboratorium independen, sekaligus memperketat rekonsiliasi data antara manifes, PEB, dan hasil uji. Edukasi kepatuhan bagi eksportir dan freight forwarder juga diprioritaskan, termasuk klarifikasi kode HS yang rawan disalahgunakan. Dengan pendekatan hulu–hilir seperti ini, Modus Fatty Matter CPO diharapkan dapat ditekan, sementara arus ekspor yang taat aturan tetap lancar dan berdaya saing.