Lonjakan Impor Kertas China Tekan Industri Nasional
Lonjakan Impor Kertas disorot Kemenperin menyusul derasnya produk China di pasar domestik ketika kapasitas pabrik nasional dinilai masih memadai. Pemerintah dan asosiasi industri menilai selisih harga, skala produksi, dan preferensi tarif regional membuat barang impor lebih agresif, terutama segmen kemasan seperti ivory dan duplex. Di tengah tren ini, pelaku usaha meminta kepastian kebijakan agar struktur biaya tidak semakin berat, sekaligus menjaga keterisian mesin agar efisiensi tetap terjaga.
Sejumlah pabrik menekankan perlunya data transparan tentang permintaan, pasokan, dan harga acuan untuk menutup celah arbitrase. Asosiasi juga mendorong percepatan sertifikasi mutu dan penertiban impor berisiko underinvoice. Di level hilir, ritel dan produsen kemasan mengingatkan pentingnya stabilitas harga kertas sebagai bahan baku utama. Dengan tata kelola yang jelas, Lonjakan Impor Kertas diharapkan direspons melalui instrumen yang proporsional tanpa menekan daya saing jangka panjang.
Dampak ke Industri Kemasan dan Harga
Di sektor kemasan, biaya bahan baku menentukan margin pabrik kotak lipat, food packaging, hingga produk ritel. Ketika harga impor lebih murah, pabrik lokal berpotensi kehilangan pesanan jangka pendek, sementara tenaga kerja terancam jam lembur berkurang. Kemenperin menyoroti perlunya penyeimbangan antara keterjangkauan bahan baku bagi UKM kemasan dan keberlanjutan pabrik kertas nasional. Dalam konteks ini, Lonjakan Impor Kertas mendorong evaluasi ulang strategi pembelian, kontrak jangka menengah, dan optimasi persediaan.
Pelaku industri menekankan peningkatan efisiensi sebagai bantalan kompetitif: peningkatan recovery rate serat, upgrade mesin untuk menghemat energi, dan integrasi digital dalam perencanaan produksi. Di sisi pasar, kontrak pasok berbasis formula harga membantu menstabilkan arus barang saat volatilitas meningkat. Pemerintah daerah didorong memfasilitasi logistik agar ongkos distribusi turun, sementara pembeli korporasi diminta menerapkan standardisasi spesifikasi agar pabrik lokal bisa merencanakan produksi lebih presisi. Dengan demikian, dampak Lonjakan Impor Kertas dapat diperkecil tanpa mengorbankan kelancaran pasokan kemasan.
Baca juga : Tarif 100 Persen AS-Tiongkok Peluang bagi Indonesia
Pilihan kebijakan yang dibahas meliputi penguatan pengawasan, penyesuaian tarif preferensi bila diperlukan, hingga penerapan trade remedies secara terukur saat terbukti ada lonjakan merugikan. Pemerintah juga mendorong penggunaan lindung nilai bagi produsen yang terpapar pergerakan kurs. Dalam jangka menengah, Lonjakan Impor Kertas menjadi alasan memperbanyak program efisiensi energi dan insentif investasi mesin berteknologi tinggi agar biaya produksi nasional lebih kompetitif.
Di hulu, pasokan kertas daur ulang (KDU) perlu dijaga melalui kemudahan impor yang memenuhi standar lingkungan, sembari memperkuat sistem daur ulang domestik. Kolaborasi dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan tingkat pengumpulan KDU dan pemilahan sampah akan membantu menekan biaya serat. Di saat bersamaan, standardisasi mutu dan sertifikasi rantai pasok memberi kepastian bagi pembeli global. Dengan ekosistem yang rapi, dampak harga dari Lonjakan Impor Kertas bisa dikelola, sementara industri nasional tetap tumbuh sehat dan berorientasi ekspor.