Defisit Fiskal China Pecah Rekor Akibat Belanja Besar
Pemerintah Tiongkok kembali menjadi sorotan dunia setelah defisit fiskal China dipastikan pecah rekor pada tahun 2025. Data terbaru menyebutkan bahwa angka defisit mencapai 4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), level tertinggi dalam tiga dekade terakhir. Situasi ini dipicu oleh langkah belanja besar-besaran yang digagas Presiden Xi Jinping untuk menopang ekonomi di tengah perlambatan global.
Langkah agresif ini dianggap penting untuk menahan laju pelemahan ekonomi domestik, khususnya setelah sektor properti dan ekspor mengalami tekanan berat. Namun, konsekuensinya adalah terkurasnya kas negara dalam jumlah signifikan. Peningkatan defisit ini memperlihatkan dilema besar bagi Beijing: memilih antara stabilitas fiskal atau menjaga pertumbuhan ekonomi jangka pendek.
Penyebab Defisit dan Strategi Pemerintah
Melonjaknya defisit fiskal China tak lepas dari serangkaian kebijakan stimulus ekonomi. Pemerintah menggelontorkan dana jumbo untuk proyek infrastruktur, subsidi konsumsi masyarakat, hingga investasi strategis di bidang teknologi. Selain itu, perang dagang berkepanjangan dengan negara-negara Barat mendorong Beijing memperkuat ketahanan ekonomi domestik.
Belanja besar-besaran ini memang mendorong aktivitas ekonomi dalam jangka pendek, namun juga meninggalkan konsekuensi fiskal jangka panjang. Laporan internasional menyebutkan bahwa beban pembayaran bunga utang kini menyita hampir 20 persen anggaran pusat. Jika tren ini berlanjut, ruang fiskal akan semakin sempit dan mengurangi kapasitas pemerintah dalam membiayai program pembangunan lainnya.
Meski begitu, pemerintah China tetap optimistis bahwa langkah fiskal ekspansif akan membuahkan hasil. Dengan meningkatkan likuiditas di pasar, Beijing berharap konsumsi domestik kembali meningkat, sekaligus memperkuat daya tahan ekonomi menghadapi gejolak global. Strategi ini diyakini dapat menahan risiko resesi yang lebih dalam.
Tingginya defisit fiskal China tentu menimbulkan risiko serius terhadap stabilitas keuangan negara. Jika tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan pajak atau pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, lonjakan defisit berpotensi memperbesar beban utang publik. Analis memperingatkan bahwa langkah agresif pemerintah saat ini bisa membuka pintu ke krisis fiskal di masa depan.
Di sisi lain, investor global juga mulai menaruh perhatian ekstra. Kekhawatiran terhadap kemampuan China menjaga kredibilitas fiskalnya berpotensi memengaruhi kepercayaan pasar internasional. Jika arus modal keluar semakin deras, stabilitas kurs yuan bisa terganggu dan memperburuk kondisi perekonomian.
Baca juga : Ling Zhifeng Diangkat Pimpin Biro Keamanan Khusus Cina
Namun, masih ada peluang bagi Beijing untuk memperbaiki situasi. Reformasi pajak, peningkatan efisiensi belanja, serta optimalisasi aset negara dapat menjadi solusi jangka menengah. Pemerintah juga perlu menyeimbangkan antara kebijakan ekspansif dan langkah disiplin fiskal agar tidak terjebak dalam lingkaran defisit berkelanjutan.
Dengan berbagai risiko dan tantangan tersebut, defisit fiskal China kini menjadi isu global yang diawasi ketat. Dunia menunggu bagaimana strategi Beijing dalam mengendalikan lonjakan pengeluaran tanpa menjerumuskan diri pada krisis utang di masa depan.