Alibaba Rugi Rp1,6 Kuadriliun Akibat Persaingan Antar Makanan

Alibaba Group kembali menjadi sorotan setelah diperkirakan mengalami kerugian besar dalam bisnis layanan antar makanan di China. Laporan Goldman Sachs menyebut kerugian Alibaba dari sektor ini bisa mencapai 41 miliar yuan atau setara sekitar Rp 1,6 kuadriliun dalam periode 12 bulan hingga Juni 2025. Penyebab utama kerugian adalah persaingan super ketat dengan rival besar seperti JD.com dan Meituan yang membuat Alibaba harus membakar uang demi bertahan di pasar.
Penurunan nilai saham Alibaba makin menambah tekanan. Sejak Maret 2025, harga saham Alibaba di Hong Kong telah turun sekitar 28 persen, lebih dalam dibandingkan penurunan saham teknologi China lain seperti JD.com atau Meituan. Investor kini mulai khawatir bahwa perang diskon di industri layanan antar makanan bisa menggerus profitabilitas Alibaba dalam jangka panjang.
Di tengah persaingan sengit, Alibaba mengambil langkah restrukturisasi dengan menggabungkan bisnis Ele.me (layanan antar makanan) ke dalam unit e-commerce intinya. Namun, analis memperingatkan langkah ini belum cukup untuk meredam tekanan biaya yang muncul dari agresifnya ekspansi kompetitor di layanan “quick commerce” — layanan antar cepat yang menjanjikan pengiriman dalam hitungan menit.
Kompetisi Sengit di Pasar Antar Makanan China
Persaingan di pasar antar makanan China kini mencapai level yang sangat panas. Sejak JD.com terjun ke bisnis pengantaran makanan pada Februari 2025, Meituan yang selama ini memimpin pasar langsung merespons dengan subsidi besar-besaran. Alibaba pun terpaksa ikut terjun dalam perang diskon agar tidak kehilangan pangsa pasar.
Fenomena ini dalam laporan Bloomberg digambarkan sebagai “involution,” yaitu kompetisi yang terlalu ketat hingga akhirnya sama-sama merugikan semua pemain. Setiap platform berlomba memberikan diskon, cashback, hingga layanan super cepat demi menarik pengguna, tanpa memikirkan dampak pada margin keuntungan.
Direktur investasi Value Partners Hong Kong, Luo Jing, mengatakan kompetisi ini mungkin tidak akan mereda dalam waktu dekat. Menurutnya, pemain besar saat ini memiliki cadangan kas yang kuat, sehingga mampu terus membakar modal untuk memenangkan pasar. Ini membuat persaingan bisa lebih panjang dan keras daripada gelombang kompetisi yang pernah terjadi sebelumnya di sektor teknologi China.
Langkah Alibaba dan Tantangan ke Depan
Sebagai upaya mempertahankan posisi, Alibaba mengintegrasikan Ele.me ke unit e-commerce utama. Tujuannya agar bisnis antar makanan bisa memanfaatkan basis pelanggan Taobao dan Tmall, sekaligus memotong biaya operasional yang tumpang tindih. Namun, analis dari Nomura dan HSBC menyebut langkah integrasi ini belum menjamin Alibaba bisa segera balik untung.
Salah satu tantangan utama Alibaba adalah bersaing di segmen “quick commerce,” layanan antar super cepat yang kini menjadi tren baru. Meituan misalnya, sukses menguasai hampir 65 persen pangsa pasar layanan antar makanan China. Sementara Alibaba harus bekerja keras mengejar ketertinggalan di sektor ini.
Laporan Goldman Sachs bahkan menurunkan target harga saham Alibaba rata-rata 8 persen sejak akhir Juni 2025, mencerminkan kekhawatiran pasar bahwa kerugian di bisnis antar makanan bisa berlanjut. Investor kini mulai mempertanyakan apakah Alibaba mampu terus membakar uang dalam persaingan ini tanpa mengorbankan kinerja keuangan grup secara keseluruhan.
Harapan dan Masa Depan Alibaba
Alibaba memang tengah berada di persimpangan sulit. Di satu sisi, pasar antar makanan China menawarkan peluang pertumbuhan yang sangat besar. Namun di sisi lain, kompetisi brutal membuat setiap langkah ekspansi harus dibayar mahal dengan kerugian yang signifikan.
Jika Alibaba tidak segera menemukan cara untuk meningkatkan efisiensi biaya, integrasi bisnis Ele.me mungkin hanya akan menjadi beban baru bagi unit e-commerce-nya. Goldman Sachs memperingatkan bahwa perang harga bisa memakan waktu lama, dan Alibaba harus siap menghadapi risiko tekanan margin yang lebih besar ke depan.
Baca Juga : Trump Larang Investor China Beli Lahan Pertanian di AS
Meski demikian, Alibaba masih memiliki modal kuat dalam hal teknologi, jaringan logistik, dan basis pelanggan yang luas. Investor berharap perusahaan bisa menemukan keseimbangan antara ekspansi agresif dan profitabilitas, agar tidak terus terseret dalam kompetisi rugi yang menggerus nilai perusahaan.
Masa depan Alibaba di bisnis antar makanan kini menjadi taruhan besar. Keberhasilan atau kegagalan mereka akan menjadi salah satu kisah penting dalam sejarah industri teknologi dan ekonomi digital di China.