China Kecam Kebijakan Visa AS, Friksi Memanas

September 8, 2025
China Kecam Kebijakan Visa AS, Friksi Memanas

kebijakan visa AS kembali menyulut tensi hubungan dua kekuatan dunia. Washington mengumumkan pembatasan penerbitan visa bagi individu yang dinilai berjejaring atau bertindak untuk memajukan agenda politik negara lain, termasuk yang memengaruhi penegakan hukum di kawasan. Pemerintah China menolak keras tudingan itu dan menyebut langkah tersebut bermotif politik, serta berpotensi mengganggu hubungan bilateral yang sedang diuji isu perdagangan, teknologi, dan keamanan.

Di tengah saling bantah, pakar hubungan internasional menilai manuver ini akan terasa pada kanal people-to-people: kunjungan akademik, kerja sama riset, hingga agenda bisnis. Industri maskapai, pariwisata, dan pendidikan tinggi diperkirakan menyiapkan skenario penyesuaian. Perkembangan berikutnya sangat bergantung pada komunikasi kedua negara dan sikap mitra regional yang terdampak akses mobilitas.

Kronologi, Alasan, dan Respons Beijing

Pengumuman pembatasan dikeluarkan Washington sebagai bagian dari upaya memperketat verifikasi terhadap individu yang dianggap mengganggu proses penegakan hukum atau memanfaatkan jejaring transnasional untuk memajukan agenda politik tertentu. Otoritas AS menyatakan verifikasi dilakukan berbasis intelijen, jejak digital, serta keterkaitan kelembagaan. Dari sisi narasi, AS menekankan bahwa kebijakan ini tidak menyasar warga negara secara umum, melainkan pihak yang memenuhi kriteria khusus.

Beijing merespons tegas. Kementerian Luar Negeri China menilai kebijakan tersebut tidak berdasar, membangun prasangka, dan berpotensi memicu diskriminasi terhadap pertukaran warga sipil. Media pemerintah menyebut langkah itu kontraproduktif terhadap stabilitas ekonomi global dan arsitektur keamanan kawasan. Di parlemen, sejumlah politisi menyerukan langkah balasan yang proporsional sambil menagih dialog terbuka. Dalam lanskap diplomasi saat ini, keduanya tetap mempertahankan saluran komunikasi di tingkat menteri untuk mencegah salah tafsir eskalatif. Perusahaan multinasional mengikuti perkembangan karena aturan masuk–keluar pejabat, peneliti, atau talenta kunci berpotensi memengaruhi proyek lintas negara, meski dampak langsungnya masih terbatas pada kelompok sasaran kebijakan visa AS.

Baca juga : China Pamerkan Senjata Laser LY-1 Perdana ke Publik

Secara jangka pendek, pembatasan visa dapat menunda agenda konferensi, kunjungan studi, dan negosiasi proyek yang melibatkan pihak terindikasi. Universitas dan lembaga riset mulai memetakan mitigasi—dari penjadwalan ulang hingga pemanfaatan konferensi hibrida—agar arus pengetahuan tetap mengalir. Di sektor bisnis, perusahaan menyiapkan daftar pengganti untuk pertemuan yang memerlukan kehadiran fisik, sembari mengkaji ulang kontrak yang sensitif terhadap aturan mobilitas.

Dari sisi geopolitik, langkah ini berpotensi menjadi alat tawar baru dalam perundingan yang lebih luas—perdagangan, teknologi, hingga keamanan siber. Negara ketiga di kawasan bisa terdorong memperkuat pemeriksaan latar belakang bagi tamu resmi guna menghindari friksi. Analis menilai jalur deeskalasi masih terbuka sepanjang komunikasi tingkat tinggi berjalan dan penyampaian bukti kriteria pembatasan dilakukan transparan. Untuk publik, kejelasan informasi menjadi kunci: siapa yang terdampak, berapa lama masa berlaku, serta bagaimana proses banding. Pada titik ini, pemerintah dan institusi terkait diminta menjaga layanan konsuler agar perjalanan sah tetap lancar, sementara evaluasi berkala memastikan efektivitas kebijakan visa AS tanpa menekan pertukaran ilmiah yang sehat. Jika kanal dialog dimaksimalkan, ruang kompromi tetap ada meski retorika keras mendominasi pemberitaan tentang kebijakan visa AS.

Leave A Comment

Create your account