Badan Meteorologi Tiongkok (CMA) mengumumkan bahwa negeri Tirai Bambu mengalami musim panas terpanas sepanjang catatan sejarah pada tahun 2025. Suhu rata-rata nasional dari Juni hingga Agustus mencapai 22,31°C, angka tertinggi sejak pencatatan resmi dimulai pada 1961. Kondisi ekstrem ini diperparah dengan gelombang panas yang menghantam wilayah selatan dan timur, membuat jutaan warga harus beradaptasi dengan suhu di atas 40°C.
Beijing mencatat suhu mendekati 40°C pada awal Juni, sementara Shanghai memperingatkan potensi suhu 35°C di akhir pekan. Fenomena ini tidak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari masyarakat, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terhadap ketersediaan energi, kesehatan publik, serta dampak jangka panjang terhadap lingkungan. Gelombang panas ini juga menegaskan bahwa musim panas terpanas kali ini menjadi peringatan keras tentang eskalasi krisis iklim global.
Gelombang panas luar biasa membuat musim panas terpanas 2025 menekan sistem energi Tiongkok hingga titik kritis. Konsumsi listrik nasional melonjak tajam, mencapai lebih dari 1,5 miliar kilowatt. Lonjakan ini menimbulkan risiko pemadaman listrik besar-besaran karena penggunaan AC dan pendingin ruangan meningkat drastis. Otoritas energi mengambil langkah darurat seperti mengalihkan pasokan listrik antarwilayah dan memberlakukan pembatasan beban puncak.
Selain itu, sektor kesehatan menghadapi tantangan serius. Lansia, anak-anak, serta pekerja lapangan menjadi kelompok paling rentan terkena serangan panas. Pemerintah setempat mengeluarkan peringatan darurat dan menyediakan posko medis di beberapa kota besar. Suhu ekstrem juga menurunkan efisiensi pembangkit listrik tenaga air, memperburuk krisis pasokan energi di beberapa provinsi, terutama Henan, Shandong, dan Sichuan yang mencatat suhu ekstrem di atas 40°C. Fakta ini menunjukkan betapa besar dampak musim panas terpanas terhadap keberlangsungan hidup masyarakat.
Baca juga : Prabowo ke China Hadiri Undangan Xi Jinping
Fenomena musim panas terpanas 2025 juga memperlihatkan bagaimana krisis iklim semakin nyata. Para ahli menilai sistem tekanan tinggi tropis yang menguat telah meningkatkan radiasi matahari, memperparah efek pemanasan global. Pemerintah Tiongkok, sebagai penghasil emisi karbon terbesar dunia, menghadapi tekanan besar untuk mempercepat transisi energi bersih dan mewujudkan target netral karbon pada 2060.
Dampak gelombang panas juga terasa pada sektor industri dan manufaktur. Aktivitas produksi melambat karena keterbatasan energi, sementara rantai pasokan terganggu akibat penurunan produktivitas pekerja. Kondisi ini menegaskan bahwa tantangan perubahan iklim bukan lagi sekadar isu lingkungan, melainkan ancaman nyata terhadap ekonomi global. Dengan musim panas terpanas ini, Tiongkok dan dunia diingatkan kembali pentingnya langkah cepat dan tegas dalam menghadapi krisis iklim yang kian intens.