China Ketatkan Pembatasan Warga Tibet di Ulang Tahun Dalai Lama

Agustus 17, 2025
China Ketatkan Pembatasan Warga Tibet di Ulang Tahun Dalai Lama

Menjelang peringatan ulang tahun ke-90 Dalai Lama, pemerintah China memperketat pembatasan warga Tibet di berbagai wilayah. Kebijakan ini mencakup larangan berkumpul, pengawasan ketat terhadap biara, hingga pelarangan ritual tradisional yang selama ini menjadi bagian penting dari identitas budaya Tibet.

Banyak laporan dari organisasi HAM internasional menyoroti bahwa warga Tibet kini semakin sulit mengekspresikan keyakinan mereka. Upaya pemerintah untuk mengendalikan perayaan spiritual dianggap sebagai bentuk tekanan terhadap hak beragama dan kebebasan berekspresi. Situasi ini menimbulkan keprihatinan luas, terutama karena Dalai Lama masih dipandang sebagai sosok spiritual tertinggi yang sangat dihormati oleh masyarakat Tibet.

Pengetatan Ritual dan Pengawasan Biara

Langkah pembatasan warga Tibet paling nyata terlihat di kawasan Karze dan Amdo. Di dua daerah yang dikenal sebagai pusat keagamaan ini, biarawan dan biarawati dilarang meninggalkan biara tanpa izin resmi. Ritual Sangsol, yakni tradisi membakar daun juniper untuk memohon keberuntungan, juga dilarang keras oleh otoritas setempat.

Selain itu, masyarakat umum yang ingin merayakan ulang tahun Dalai Lama secara pribadi dipaksa menyerahkan identitas dan bahkan dilarang menampilkan foto pemimpin spiritual itu. Aparat keamanan memperketat patroli di sekitar biara serta ruang publik, memastikan tidak ada perayaan massal yang berlangsung. Pengetatan semacam ini menambah daftar panjang kebijakan kontrol Beijing atas aktivitas keagamaan di Tibet.

Bagi banyak warga, larangan ini merupakan kehilangan besar. Mereka merasa diputuskan dari tradisi leluhur yang diwariskan turun-temurun. Aktivis HAM menyebut tindakan ini sebagai strategi sistematis untuk melemahkan identitas budaya Tibet, sekaligus menekan loyalitas mereka kepada Dalai Lama.

Kebijakan pembatasan warga Tibet langsung menuai sorotan global. Sejumlah organisasi internasional mengecam langkah pemerintah China, menyebutnya sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Amerika Serikat, Uni Eropa, serta kelompok pembela HAM mendesak Beijing menghormati kebebasan beragama dan budaya.

Namun, pemerintah China bersikukuh bahwa tindakan tersebut murni demi menjaga stabilitas sosial. Beijing menilai Dalai Lama sebagai ancaman politik, bukan sekadar pemimpin spiritual, sehingga setiap perayaan yang berhubungan dengannya dianggap rawan memicu ketegangan.

Baca juga : Stealth Design dan Mega Dam Proyek China Mencuri Sorotan

Di tengah situasi ini, masyarakat Tibet mencoba mencari cara alternatif untuk menunjukkan rasa hormat kepada Dalai Lama. Banyak dari mereka yang melakukan doa secara diam-diam di rumah masing-masing atau berkomunikasi lewat jaringan pribadi. Meskipun penuh keterbatasan, hal ini menjadi bukti bahwa identitas spiritual Tibet tetap bertahan meski berada di bawah tekanan.

Kebijakan ini menunjukkan bahwa isu Tibet masih menjadi salah satu titik sensitif dalam politik domestik China. Selama Beijing terus melihat Dalai Lama dan pengikutnya sebagai ancaman, maka pembatasan warga Tibet kemungkinan besar akan terus berlanjut.

Leave A Comment

Create your account