Trump Bikin Ekspor China ke AS Diprediksi Turun Tajam
 
                       
            Kebijakan perdagangan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menjadi sorotan setelah para analis memprediksi bahwa nilai ekspor China ke AS turun USD 500 miliar dalam beberapa tahun ke depan. Prediksi tersebut muncul setelah meningkatnya ketegangan dagang antara dua negara ekonomi terbesar dunia yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Trump yang kini kembali aktif dalam arena politik menjelang pemilu AS 2024, kembali mengangkat wacana pengenaan tarif besar terhadap produk asal China. Dalam beberapa pernyataannya, ia menyatakan niat untuk memperluas cakupan barang-barang yang akan dikenakan bea masuk tinggi, bahkan hingga 60%–100% terhadap beberapa sektor strategis. Hal ini tentu akan menekan kemampuan eksportir China untuk bersaing di pasar Amerika.
Menurut laporan CNBC Indonesia, kebijakan Trump ini bisa menyebabkan nilai ekspor China ke Amerika merosot drastis hingga USD 500 miliar hingga tahun 2027. Ini akan menjadi tekanan berat bagi perekonomian China yang selama dua dekade terakhir sangat bergantung pada pasar AS sebagai salah satu tujuan utama ekspornya.
Dampak Luas ke Rantai Pasok Global
Dampak dari penurunan ekspor China ke AS turun USD 500 miliar tidak hanya akan dirasakan oleh kedua negara, tetapi juga memberi efek domino ke rantai pasok global. Banyak perusahaan multinasional yang bergantung pada komponen dan bahan baku dari China diperkirakan akan mengalami keterlambatan produksi dan kenaikan biaya operasional.
Sektor teknologi dan manufaktur disebut sebagai dua sektor paling rentan. Misalnya, produsen elektronik di Amerika yang selama ini mengandalkan pasokan chip dan komponen rakitan dari China akan menghadapi hambatan baru. Di sisi lain, perusahaan di China juga harus berjuang mencari pasar alternatif seperti negara-negara Asia Tenggara, Eropa, dan Amerika Latin untuk menutup kerugian dari pasar AS.
Dari sisi konsumen AS, kebijakan tarif tinggi akan berakibat pada meningkatnya harga barang-barang impor. Mulai dari perangkat elektronik, pakaian, hingga produk rumah tangga, semua berpotensi mengalami lonjakan harga karena biaya produksi dan distribusi yang meningkat.
Menanggapi prediksi suram ini, pemerintah China disebut sedang mempersiapkan serangkaian strategi untuk memitigasi dampak. Salah satunya adalah dengan mempercepat diversifikasi pasar ekspor, serta mendorong produksi dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah.
Baca juga : Taiwan Gelar Recall 24 Legislator KMT, Ketegangan Memuncak
Selain itu, China juga mulai menggencarkan penggunaan jalur ekspor tidak langsung atau transshipment melalui negara pihak ketiga seperti Vietnam atau Meksiko, untuk menghindari tarif langsung dari AS. Namun, langkah ini juga sedang diawasi ketat oleh otoritas Amerika dan bisa memicu regulasi tambahan jika dianggap sebagai celah hukum.
Beberapa analis menyebut bahwa jika tensi dagang terus meningkat, tidak menutup kemungkinan akan terjadi gelombang baru dari “perang dagang” jilid kedua, yang tidak hanya mengganggu perdagangan, tetapi juga kestabilan pasar finansial global.
