China-Rusia Bangkitkan Misi Arktik Demi Ambisi Kutub

Juli 24, 2025
China-Rusia Bangkitkan Misi Arktik Demi Ambisi Kutub

Setelah lima tahun vakum, China dan Rusia kembali mengaktifkan kerja sama strategis di wilayah Arktik melalui misi riset maritim gabungan. Inisiatif ini menandai dimulainya kembali ekspedisi ilmiah yang tidak hanya bertujuan meneliti perubahan iklim, tetapi juga menegaskan posisi kedua negara dalam perebutan pengaruh geopolitik di kawasan kutub utara.

Ekspedisi yang diluncurkan dari Vladivostok ini membawa puluhan ilmuwan dari kedua negara, menggunakan kapal riset Rusia Akademik M.A. Lavrentyev. Penelitian akan berlangsung selama beberapa minggu, menyusuri perairan dingin dan sensitif di Laut Arktik. Fokus utama penelitian adalah kondisi oseanografi, perubahan ekosistem, serta pengaruh perubahan iklim terhadap kawasan yang rentan tersebut.

Misi Ilmiah Bernuansa Strategis

Secara resmi, ekspedisi ini diklaim sebagai bagian dari kerja sama ilmiah untuk memahami dinamika ekosistem laut dan dampak pemanasan global. Namun, banyak pengamat menilai misi ini juga mengandung kepentingan strategis, mengingat potensi ekonomi Arktik yang besar. Kawasan ini menyimpan cadangan energi yang belum tergali serta menjadi jalur pelayaran alternatif yang lebih pendek antara Asia dan Eropa jika es terus mencair.

China, meskipun bukan negara Arktik secara geografis, sudah lama menyebut dirinya sebagai “negara dekat Arktik”. Beijing telah menunjukkan minat serius melalui kebijakan “Polar Silk Road”, yang mengintegrasikan Arktik ke dalam proyek Belt and Road Initiative (BRI). Sementara itu, Rusia sebagai negara dengan garis pantai Arktik terpanjang di dunia, tengah memperkuat posisinya sebagai penjaga utama wilayah tersebut.

Isyarat Politik Global

Kebangkitan kembali misi ini terjadi dalam konteks hubungan yang semakin erat antara China dan Rusia. Di tengah ketegangan dengan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa, kedua negara ini tampak ingin menunjukkan bahwa mereka mampu menciptakan tatanan kerja sama sendiri. Arktik pun menjadi panggung unjuk kekuatan, baik dari sisi teknologi riset maupun kehadiran militer non-deklaratif.

Misi ini juga menjadi respon atas meningkatnya perhatian negara-negara Barat terhadap kawasan kutub. NATO dan AS, misalnya, telah mengumumkan berbagai strategi baru untuk menjaga kepentingan mereka di Arktik, termasuk pembangunan pangkalan militer dan patroli udara-maritim reguler.

Keterlibatan China dalam ekspedisi kali ini tidak hanya simbolis. Negara ini telah mengembangkan kapal riset canggih seperti Xue Long 2 dan memperluas kehadiran di pelabuhan-pelabuhan Arktik Rusia. Bahkan beberapa analis menilai bahwa ekspedisi ini bisa menjadi dasar untuk kerjasama jangka panjang dalam hal eksplorasi sumber daya, pengelolaan jalur pelayaran, dan riset ilmiah mendalam.

Baca juga : China–Rusia–Iran–Korut Bangun “Axis of Upheaval” Baru

Namun demikian, banyak pihak menyerukan kehati-hatian. Arktik adalah ekosistem yang rapuh dan belum siap untuk eksploitasi skala besar. Keberadaan aktor-aktor besar seperti China dan Rusia di kawasan ini dikhawatirkan akan mempercepat kerusakan lingkungan jika tidak dikontrol dengan prinsip keberlanjutan.

Misi bersama China-Rusia ini adalah gambaran dari kompleksitas masa depan Arktik—di mana sains, kepentingan ekonomi, dan strategi geopolitik saling bertautan.

Leave A Comment

Create your account