China–Rusia–Iran–Korut Bangun “Axis of Upheaval” Baru

Juli 14, 2025
China–Rusia–Iran–Korut Bangun “Axis of Upheaval” Baru

Dinamika geopolitik dunia memasuki babak baru setelah munculnya istilah “Axis of Upheaval” untuk menggambarkan hubungan yang kian erat antara China, Rusia, Iran, dan Korea Utara. Keempat negara otoriter tersebut terlihat semakin aktif membangun kerja sama di bidang militer, teknologi nuklir, ekonomi, serta diplomasi global. Meskipun belum menjadi aliansi resmi, hubungan mereka menimbulkan kekhawatiran serius bagi Amerika Serikat dan sekutunya, yang menilai kolaborasi ini berpotensi merombak keseimbangan kekuatan dunia.

Dalam beberapa bulan terakhir, tanda-tanda koordinasi strategis semakin jelas. China dan Rusia terus memperkuat hubungan bilateral, baik dalam perdagangan energi maupun teknologi militer. Iran meningkatkan dukungan militer ke Rusia, termasuk pasokan drone yang digunakan dalam konflik di Ukraina. Sementara Korea Utara semakin vokal memamerkan kemajuan program rudal balistiknya, sembari meningkatkan kontak dengan Moskow dan Beijing.

Koalisi ini digambarkan bukan sebagai blok formal seperti NATO atau Pakta Warsawa pada masa Perang Dingin, melainkan jaringan fleksibel yang saling memanfaatkan kekuatan satu sama lain. Motivasinya beragam: memperkuat posisi tawar terhadap Barat, menghindari isolasi ekonomi, hingga mendukung satu sama lain di forum internasional.

Kekuatan Militer dan Nuklir Meningkat

Salah satu aspek paling mencolok dari Axis of Upheaval adalah kolaborasi di bidang pertahanan. Laporan intelijen berbagai negara menunjukkan adanya aliran teknologi dan suku cadang strategis antara China, Rusia, Iran, dan Korea Utara. Iran, misalnya, diketahui telah memasok drone tempur ke Rusia yang kemudian digunakan dalam operasi militer di Eropa Timur. Sebagai balasan, Rusia menyediakan dukungan teknologi pertahanan kepada Iran, termasuk pelatihan dan suku cadang sistem pertahanan udara.

China, dengan keunggulan industrinya, terlibat dalam ekspor komponen penting yang dapat berfungsi ganda, termasuk teknologi yang dapat digunakan untuk program nuklir. Meskipun Beijing kerap menyangkal keterlibatan langsung dalam transfer senjata, jalur perdagangan gelap masih menjadi celah bagi pengiriman komponen sensitif ke negara-negara seperti Iran atau Korea Utara.

Sementara itu, Korea Utara terus memamerkan rudal balistik jarak jauh dan senjata nuklirnya. Pyongyang beberapa kali melakukan uji coba rudal yang mampu menjangkau kawasan Pasifik, memancing kecaman keras dari Amerika Serikat dan sekutu regionalnya, termasuk Jepang dan Korea Selatan. Keberanian Korea Utara kian besar setelah mendapat dukungan diplomatik dan materiil dari Rusia serta, secara tidak langsung, perlindungan politik dari China.

Kerja sama ini menimbulkan tantangan berat bagi sistem pertahanan kolektif Barat. Ketika teknologi, persenjataan, dan sumber daya dikoordinasikan meskipun tidak secara resmi, ancaman yang dihasilkan jauh lebih besar dibandingkan aksi unilateral masing-masing negara.

Strategi Barat Hadapi “Axis of Upheaval”

Amerika Serikat dan sekutunya tengah memikirkan ulang strategi untuk menghadapi koalisi longgar ini. Meskipun keempat negara dalam Axis of Upheaval memiliki kepentingan yang berbeda, persamaan sikap mereka terhadap Barat menjadi alasan utama kecemasan Washington. AS berupaya mempertahankan hubungan bilateral yang stabil dengan China agar tidak sepenuhnya jatuh ke blok Rusia, Iran, dan Korea Utara.

Sementara itu, di Eropa, NATO meningkatkan kehadiran militernya di kawasan timur, sebagai antisipasi terhadap Rusia. Di kawasan Asia-Pasifik, AS memperkuat kerja sama dengan Jepang, Korea Selatan, dan Australia, termasuk melalui pengembangan teknologi pertahanan canggih serta sistem peringatan dini terhadap ancaman rudal Korea Utara.

Para analis menilai koalisi ini belum sepenuhnya solid. Antara China dan Rusia, misalnya, ada potensi persaingan pengaruh di Asia Tengah. Iran pun memiliki kepentingan domestik yang kerap membuatnya sulit diajak sepakat secara bulat oleh mitra lain. Namun, fakta bahwa keempat negara kini semakin sering bersuara senada di forum internasional tetap menjadi tanda bahaya bagi stabilitas global.

Baca lagi : Rusia Luncurkan Serangan Drone Terbesar ke Ukraina

Diplomasi akan terus menjadi alat utama Barat untuk memecah kesatuan koalisi ini, sambil memperkuat sanksi ekonomi dan keamanan siber. Namun jika Axis of Upheaval semakin terorganisir, tantangan geopolitik dunia bisa memasuki babak baru yang jauh lebih kompleks.

Kemunculan Axis of Upheaval menandai era baru dalam politik global, di mana China, Rusia, Iran, dan Korea Utara mulai menyatukan langkah untuk melawan dominasi Barat. Meskipun hubungan mereka belum berbentuk aliansi formal, kerja sama strategis di bidang militer, nuklir, dan ekonomi memberi mereka posisi tawar yang lebih tinggi. Dunia kini berada di persimpangan, menunggu apakah koalisi ini akan mengeras menjadi aliansi nyata atau justru melemah akibat perbedaan kepentingan internal. Satu hal yang pasti, stabilitas geopolitik global kini semakin diuji.

Leave A Comment

Kategori

Tag



Professionally fabricate client-centered content for superior expertise. Objectively leverage others covalent imperatives vis-a-vis state of the art potentialities. Competently matrix

Email: [email protected]
Phone: 00123 456 789

Kategori

Tag

Cloud Tags

Kategori

Tag

Tag

Create your account